Selasa, 11 Mei 2010

Kedaulatan

Kedaulatan.
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Istilah kedaulatan pertama kali diperkenalkan oleh Jean Bodin (1530 – 1593). Menurutnya kedaulatan itu sebagai kekuasaan mutlak, abadi dan asli dari suatu negara.
Sifat–sifat pokok kedualatan :
  • Permanen : kedaulatan akan tetap ada selama negara itu masih ada.
  • Absolut : dalam negara tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi dari kekuasaan negara.
  • Tidak dibagi-bagi : kedaulatn merupakan satu–satunya kekuasaan tertinggi.
  • Tidak terbatas : kedaulatan itu meliputi semua orang dan golongan tanpa kecuali.
  • Asli : kedaulatan tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
Sumber Kedaulatan.
Ada beberapa teori yang membahas secara rasional mengenai bagaimana dan asal mula kedaulatan. Teori–teori itu antara lain :
1) Teori Kedaulatan Tuhan.
Menurut teori ini yang disebut juga teori Theokrasi, kekuasaan tertinggi dalam negara adalah berasal dari Tuhan. Dasar pemikiran teori ini adalah keyakinan bahwa alam semesta beserta isinya adalah ciptaan Tuhan, demikian pula kedaulatan yang ada pada pemerintah atau raja adalah berasal dari Tuhan. Penganut teori Theokrasi antara lain F. J. Stahl dan Mr. de Savornin Lohman.

2) Teori Kedaulatan Raja.
Kedaulatan negara terletak ditangan raja dan keturunannya, raja mendapat kekuasaan langsung dari Tuhan. Oleh sebab itu raja dalam memerintah harus berkuasa secara mutlak bahkan cenderung sewenang–wenang. Raja dalam menjalankan kekuasaannya hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhan, sehingga raja tidak perlu tunduk pada hukum maupun moral, oleh karena itu negara adalah raja karena yang berdulat ialah raja. Peletak dasar teori kedaulatan raja adalah Machiavelli, ia menyatakan bahwa negara yang kuat hendaknya dipimpin oleh seoarang raja yang memiliki kedaulatan yang tidak terbatas (mutlak), srhingga dapat melaksanakan cita–cita bangsa sepenuhnya, kalau perlu raja melanggar hukum konstitusi dan hukum moral. Penganut teori ini antara lain : Jean Bodin, Thomas Hobbes, F. Hegel.

3) Teori Kedaulatan Rakyat.
Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dalam negara dan mewakilkan kekuasaannya kepada suatu badan yaitu Pemerintah. Apabila pemerintah dalam melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah tersebut dengan pemerintah yang baru. Penganjur teori ini adalah : Jean Jacques Rousseau, John Locke, Montesquieu.

4) Teori Kedaulatan Negara.
Menurut paham ini, negaralah sebagai sumber kedulatan dalam negara. Negara (dalam arti Gouvernment = Pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap kehidupan kebebasan dan ekonomi (Life, liberty and property) dari warganya, sehingga penguasa dalam menjalankan kekuasaannya tidak dibatasi hukum.
Warga negara bersama hak miliknya dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara, mereka tunduk kepada hukum bukan karena suatu perjanjian melainkan karena hukum itu kehendak negara. Oleh karena itu setiap tindakan rakyat harus menurut kehendak negara, sedangkan negara sendiri tidak perlu tunduk kepada hukum sebab negara sendirilah yang membuat hukum.
Penganut teori kedaulatan negara antara lain :
  • George Jellinek.
  • Paul Laband : “Tidak ada negara tidak ada kekuasaan tertinggi”.
5) Teori Kedaulatan Hukum.
Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi dalam negara terletak pada hukum. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa pemerintah memiliki atau mendapat kekuasaan atau kewenangan berdasarkan hukum yang berlaku, oleh sebab itu yang berdaulat adalah hukum. Negara harus mentaati tata tertib hukum karena hukum terletak di atas kekuasaan manapun dalam negara. Pemerintah dan lembaga negara lain dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus menurut hukum yang berlaku. Oleh sebab itu menurut Krabbe sebaiknya negara merupakan negara hukum yang berarti bahwa setiap tindakan negara harus berdasarkan atas hukum.
Penganut teori kedaulatan hukum adalah : Immanuel Kant, Krabbe dan Leon Duguit.
Gagasan negara hukum tersebut di atas, mula pertama kalinya dicetuskan oleh Immanuel Kant dan gagasannya itu disebut negara hukum murni/klasik/dalam arti sempit atau negara hukum formal. Pada jaman modern, teori negara hukum murni sudah banyak ditinggalkan orang dan diganti dengan teori negara hukum modern/dalam arti luas atau negara hukum material dan disebut juga sebagai negara kesejahteraan (Welfare State) yang dikembangkan oleh Kranenburg dan Utrecht.

d. Pengakuan dari negara lain
Pengakuan negara lain bukanlah merupakan syarat mutlak berdirinya negara, karena pengakuan bukan merupakan unsur pembentuk negara melainkan hanya bersifat menerangkan saja adanya negara baru. Suatu negara akan tetap tegak berdiri walaupun negara itu tidak mendapat pengakuan dari negara lain. Contoh :
  • AS merdeka tahun 1776, baru diakui Inggris tahun 1783.
  • Indonesia merdeka tahun 1945, baru diakui Belanda tahun 1949.
Ada 2 (dua) teori tentang pengakuan :
a. Teori Deklaratif (Declaratory theory).
Menurut teori ini, apabila semua unsur–unsur negara telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka dengan sendirinya telah merupakan sebuah negara dan harus diperlakukan sama seperti negara–negara yang lebih dulu ada oleh negara–negara lain. Sehingga pengakuan hanyalah bersifat pencatatan belaka pada pihak negara lain bahwa negara baru itu telah mengambil tempat disamping negara lain yang telah lebih dulu ada.

b. Teori Konstitutif (Constitutive theory).
Menurut teori ini, walaupun suatu masyarakat politik telah memiliki semua unsur– unsur kenegaraan, akan tetapi tidaklah secara otomatis dapat diterima sebagai negara ditengah–tengah pergaulan masyarakat internasional. Sehingga suatu negara baru dapat diterima ditengah–tengah pergaulan internasional harus mendapat pengakuan dari negara lain terlebih dahulu atau dengan kata lain suatu negara baru dianggap ada setelah mendapat pengakuan dari negara–negara lain.

Pengakuan ada 2 (dua) macam :
a. Pengakuan de facto :
Suatu pengakuan terhadap negara baru yang didasarkan pada suatu fakta atau kenyataan bahwa negara itu telah mempunyai unsur–unsur pokok berdirinya negara. Pengakuan ini bersifat sementara , dan pengakuan de facto dapat menimbulkan akibat antara negara yang mengakui dan yang diakui dapat mengadakan hubungan yang bersifat terbatas, misalnya membuka Kantor Dagang.

b. Pengakuan de jure :
Suatu pengakuan terhadap negara baru secara resmi menurut hukum. Pengakuan ini biasanya diberikan apabila negara yang mengakui sudah merasa yakin bahwa negara yang diakui benar–benar talah mampu mempertahankan kedaulatanya, sehingga negara baru itu dianggap telah mampu dan sanggup untuk memenuhi kewajiban– kewajiban internasioanl. Pengakauan de jure bersifat tetap, dan pengakuan ini dapat menimbulkan akibat antara negara yang mengakui dan yang diakui dapat mengadakan hubungan secara luas di segala bidang, misalnya hubungan diplomatik, hubungan konsuler.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar